Bisa studi ke luar negeri sudah menjadi cita-cita Sahasika Prabaswara, atau yang biasanya dipanggil Bara, sejak kecil.
Bara membuktikan bahwa dirinya mampu untuk bisa menggapai mimpinya tersebut dengan mengikuti pertukaran pelajar tidak hanya ke satu melainkan ke banyak universitas di luar negri.
Pada tanggal 16 Februari kemarin, ehef.id berkesempatan untuk mewawancarai Bara tentang perjalanan studinya ke Slovenia. Kamu juga bisa menonton wawancaranya di IGTV ehef.id di Instagram!
Buat kamu juga punya cita-cita sama dengan Bara, yaitu ingin studi ke luar negeri, khususnya ke Eropa, Bara akan membagikan ceritanya khusus untuk kalian nih.
Semuanya akan dibahas disini, mulai dari persiapan studi, informasi seputar Erasmus+, tips-tips untuk bisa mendapatkan beasiswa, hingga cerita studi selama di Slovenia.
Cita-cita Bara untuk bisa studi ke luar negeri bermula pada saat ia berusia 7 atau 8 tahun saat dirinya menonton acara televisi yang mengulas edukasi di luar negeri. Pada saat itu, Bara merasa tertarik untuk bisa mengenal banyak orang dari budaya dan lingkungan yang berbeda dengan dirinya. Sejak saat itu, Bara mempunyai tekad untuk bisa melanjutkan studinya kelak di luar negeri.
Cita-citanya ini berusaha ia wujudkan pada saat ia mau memasuki jenjang kuliah S1. Bara sempat mendaftar beasiswa S1 di Malaysia, Singapura dan Jepang, namun pada saat itu Bara belum berhasil mewujudkan mimpinya. Bara kemudian melanjutkan studi S1 nya di Universitas Gajah Mada jurusan Manajemen.
Hal inilah yang semakin memotivasi Bara untuk bisa mewujudkan mimpinya. Hingga pada tahun ketiga perkuliahannya, Bara memutuskan untuk mencari kesempatan pertukaran pelajar.
Kebetulan di UGM, terdapat departemen hubungan internasional yang mewadahi mahasiswa-mahasiswa yang ingin studi ke luar negeri.
Pada saat itu, Bara mengambil kesempatan untuk mendaftar short course di Filipina dan mendaftar Erasmus+ untuk pertukaran pelajar.
Setelah mengikuti short course di Filipina selama 3 minggu, Bara kemudian melanjutkan student exchange nya ke Slovenia di bulan depannya selama 1 semester.
Pada momen tersebut Bara berhasil mewujudkan cita-citanya sejak kecil dan membuktikan kepada orang-orang bahwa ia mampu dan berhasil meraih mimpinya.
Temukan daftar beasiswa kuliah ke Eropa di sini!
Buat kamu yang masih bingung dengan program Erasmus, Bara menjelaskan sedikit nih soal program beasiswa yang ia terima.
Pada awalnya, Erasmus terbagi menjadi dua, Erasmus Program dan Erasmus Mundus.
Erasmus Program merupakan beasiswa yang ditujukan untuk pelajar-pelajar yang berasal dari Eropa sedangkan Erasmus Mundus merupakan beasiswa yang ditujukan untuk pelajar-pelajar dari luar Eropa.
Nah, terus kalian mungkin ada yang sadar kalau program Erasmus itu dibagi-bagi lagi menjadi Action 1, Action 2.
Jadi, Erasmus Mundus Action 1 itu adalah jenis beasiswa untuk kamu yang mau mengambil studi fulltime Master. Beasiswa ini memungkinkan penerimanya untuk belajar di beberapa negara di Eropa selama proses studinya.
Sedangkan Action 2 adalah jenis beasiswa yang menawarkan studi di satu negara saja di Eropa tapi dengan program yang lebih beragam, mulai dari full time Master hingga studi jangka pendek seperti pertukaran pelajar selama 1 semester atau 2 semester.
Kemudian, hal lain yang Bara jelaskan mengenai beasiswa pertukaran pelajarnya adalah perbedaannya dengan beasiswa full time study Master.
Apabila dalam beasiswa full time study Master pada akhir masa belajarmu, kamu akan mendapatkan gelar dan ijazah, dalam program pertukaran pelajar kamu akan mendapatkan sertifikat.
Lalu, apabila dalam beasiswa full time study pendaftar harus sudah lulus S1 untuk bisa mendaftar ke beasiswa tersebut, dalam beasiswa pertukaran pelajar kamu justru harus berstatus mahasiswa aktif di perguruan tinggi di Indonesia.
Nah, beasiswa yang diterima oleh Bara adalah Beasiswa Erasmus Mundus Partnership (Action 2) LOTUS.
Jadi, dalam Action 2 tersebut ada beberapa project lagi yang salah satunya adalah project Lotus.
Project itu semacam konsorsium yang merupakan gabungan beberapa universitas Eropa yang saling berkolaborasi untuk mengundang orang-orang dari luar Eropa untuk belajar di universitas mereka.
Namun saat ini, setelah melihat perkembangan dan antusias pelajar yang semakin besar, Erasmus menggabungkan program-program beasiswanya menjadi Erasmus+.
Perbedaannya, kini ICM sudah memakai pendekatan uni-to-uni dimana satu universitas di Eropa berkolaborasi dengan universitas di Indonesia. Sekarang, sudah semakin banyak universitas Indonesia yang berkolaborasi dengan ICM, salah satunya UGM tempat Bara berkuliah.
Nah, maka dari itu, Bara menyarankan buat kamu untuk mendatangi departemen internasional di kampusmu untuk cari tahu apakah universitas atau perguruan tinggi kamu memiliki kerja sama dengan ICM atau tidak.
Nah, buat kamu yang bertanya-tanya apa saja sih persyaratan yang harus dipenuhi oleh Bara saat mendaftar beasiswa Erasmus+ untuk pertukaran pelajar, Bara menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang harus dipersiapkan nih:
Berdasarkan penuturan Bara, untuk program pertukaran pelajar seperti yang ia ikuti, sertifikat bahasa Inggris yang dilampirkan memang tidak serumit untuk yang mendaftar beasiswa belajar fulltime.
Bara memakai TOEFL ITP (Institutional Testing Program) saat mendaftar beasiswa Erasmus+, sedangkan jika pada program beasiswa fulltime pendaftar harus melampirkan sertifikat tes seperti IELTS atau TOEFL iBT.
TOEFL ITP adalah tes yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi atau lembaga bahasa Inggris terpercaya dengan menggunakan soal yang tetap berpatokan pada model soal internasional.
Nah, buat kamu yang ingin menyertakan tes TOEFL ITP, kamu wajib mencari tahu apakah universitas atau pemberi beasiswa pilihanmu menerima hasil TOEFL ITP karena tidak semuanya hasil tes ini.
Selain itu, kalau kamu mendaftar untuk program pertukaran pelajar maka kamu juga harus menyertakan surat pernyataan yang menyatakan kalau kamu adalah mahasiswa aktif karena program ini memang dikhususkan untuk pelajar-pelajar yang masih aktif di bangku kuliah.
Kemudian, kamu juga harus menyertakan transkrip akademikmu, esai dan surat rekomendasi.
Pada kasus Bara, Bara menyertakan tiga surat rekomendasi. Bara menyampaikan meskipun tidak ada aturan yang mengatakan berapa banyak surat rekomendasi yang harus disertakan tetapi menurut Bara semakin banyak surat rekomendasi yang disertakan maka akan semakin baik. Surat rekomendasi hanya bisa dikeluarkan oleh orang-orang yang mengenal kepribadian dan keterampilanmu secara baik.
Semakin banyak orang yang mengenal dirimu maka itu menunjukkan bahwa ada banyak orang yang mengakui kemampuan dan mengenal kepribadian kamu dengan baik. Hal ini juga menjadi nilai tambah untuk menunjukkan kemampuan sosialisasi kamu bahwa kamu mampu belajar dan bertahan hidup dengan baik di negara lain.
Baca juga:Tips to Ask for a Recommendation Letter
Esai yang harus ditulis oleh Bara pada saat mendaftar beasiswa Erasmus+ ke Slovenia adalah alasan mengapa ia memilih studi kesana.
Pertama-tama, Bara menyarankan untuk mencari dulu ketertarikan kita dan kemudian mengembangkannya ke dalam esai.
Dalam cerita Bara, ia menunjukkan ketertarikannya pada pariwisata, kemudian ia mengaitkannya dengan pariwisata di Slovenia. Bara menuturkan keinginannya untuk bisa melanjutkan studi ke Slovenia agar bisa mendalami pengembangkan pariwisata di Slovenia sehingga ilmu tersebut bisa dibawa kembali ke Indonesia untuk ia terapkan.
Bara berpesan, dalam menulis esai kamu tidak boleh malas membaca banyak berita dan artikel. Tetapi tentunya berita dan artikel dari sumber yang terpercaya ya, sebut saja sumber-sumber seperti Harvard Business Review atau The Economist. Sumber-sumber ini juga penting untuk menunjukkan bahwa kualitas bacaan kamu baik.
Setelah itu, kamu harus bisa membuat esaimu semenarik mungkin untuk dibaca. Hindari menggunakan bahasa yang berbelit dan “muter-muter”.
Untuk bisa mendapatkan hasil yang terbaik, kamu sebaiknya mencari saran dan feedback dari orang-orang. Dalam kasus Bara, ia membuat esai sebanyak 10 kali loh sampai akhirnya ia bisa mendapatkan esai yang benar-benar ia rasa bagus.
Kesulitan menulis motivation letter? Baca Panduan Lengkap Menulis Motivation Letter untuk Melanjutkan Studi Ke Eropa!
Bara termasuk orang yang tidak tinggal di lingkungan yang banyak berbicara bahasa Inggris maka ia tahu ia perlu belajar sendiri dan belajar lebih keras dari orang lain.
Pada saat di UGM, ada banyak aktivitas pembelajaran bahasa Inggris untuk persiapan IELTS atau TOEFL yang biayanya relatif murah. Melalui program intensif tersebut Bara banyak belajar dan mendapatkan tips&trick.
Selain itu, Bara mengaku bahwa pada saat ia berada di Slovenia ia secara tidak langsung mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya.
Selain bisa mengembangkan kemampuan bahasamu, bergaul dengan penduduk lokal juga dapat membuka wawasanmu terhadap budaya, kebiasaan, dan perspektif baru.
Baca juga: Tips Belajar Tes IELTS dari Penerima Beasiswa yang Sukses Kuliah di Eropa
Bara menyampaikan bahwa ada perbedaan antara sistem pendidikan di Slovenia dengan di Indonesia.
Tugas-tugas yang diberikan kepadanya tidak hanya sekadar tugas tanya jawab, tetapi ia diajak untuk mengelaborasi jawabannya.
Selama studi di Slovenia, Bara merasa orang-orang di sana juga banyak membantunya. Apabila ia merasa kesulitan dan bertanya kepada seniornya, maka mereka dengan senang hati membantu.
Selain itu, Bara juga merasa pengajar di Slovenia sangat menghargai proses dan hasil kerja muridnya loh. Bara bercerita bahwa ia pernah sekali waktu mendapatkan nilai tinggi untuk tugasnya dan dosennya secara personal mengucapkan selamat melalui email kepadanya.
Pada minggu-minggu pertama studi di Slovenia, Bara sempat mengalami homesick dan culture shock karena ia merupakan satu-satunya pelajar yang berasal dari Indonesia.
Pada awalnya, ia merasa tidak terbiasa dengan gaya hidup masyarakat Eropa yang tentunya berbeda dengan gaya hidup masyarakat Indonesia.
Secara umum, orang-orang di Slovenia ramah dan pintar berbahasa Inggris, khususnya yang masih muda, sehingga Bara tidak terlalu kesulitan untuk berinteraksi dengan orang-orang disana.
Meskipun Slovenia tergolong negara yang kecil, negara ini berbatasan dengan banyak negara Eropa lainnya.
Di sebelah Utara, Slovenia berbatasan dengan Austria sehingga banyak orang-orang di daerah Utara yang pintar berbahasa Jerman, sedangkan di daerah Selatan yang berbatasan dengan Italia, banyak orang yang fasih berbahasa Italia.
Begitu pula dengan daerah Timur yang berbatasan dengan Kroasia, banyak orang di daerah Timur yang bisa berbicara dalam bahasa Kroasia.
Menurut Bara, Slovenia juga mempunyai landscape dan objek-objek alam yang menarik untuk dijelajahi, seperti Pegunungan Alpen yang ada di sebelah Timur. Buat kamu senang dengan alam, 30% wilayah di Slovenia itu merupakan wilayah hutan hijau loh, jadi pemandangan dan lingkungan disana segar dan bebas dari polusi.
Di University of Ljulbjana tempat Bara kuliah, ada semacam asrama yang modelnya seperti mini apartemen dengan harga 92 EUR dan sudah termasuk dengan listrik dan biaya asrama lainnya.
Selain itu, pelajar di Slovenia juga bisa mendapatkan banyak diskon dan potongan harga loh. Berdasarkan pengalaman Bara, ia bisa mendapatkan makanan dengan paket lengkap (makanan pembuka, utama, penutup, minum) dengan diskon 50% selama 20 kali menggunakan kupon diskonnya sebagai pelajar. Tidak hanya itu, pelajar di Slovenia juga bisa mendapatkan diskon saat berkunjung ke museum-museum yang ada di Slovenia.
Menurut pengalaman Bara, ia bisa karena biaya hidup yang begitu murah di Slovenia, ia dapat menghemat dan menggunakan uangnya untuk travelling ke negara-negara Eropa lainnya yang dekat dengan Slovenia nih.
Karena merupakan satu-satunya pelajar yang berasal dari Indonesia, Bara menjadi cukup terkenal di lingkungannya. Pada awal kedatangannya studi di Slovenia, banyak orang yang bingung melihat Bara karena perawakannya yang beda daripada yang lain.
Bahkan Bara sempat membuatkan teman-temannya pisang goreng dengan selai cokelat dan ternyata mereka suka dengan makanan buatan Bara. Jadi, secara tidak langsung, keunikan Bara juga menjadi kesempatan baginya untuk lebih mengenalkan Indonesia kepada masyarakat Eropa.
Selain mewujudkan mimpinya semasa kecil, studi di Slovenia juga membantu Bara menggapai mimpi lainnya yang ingin bekerja di organisasi yang multikultural.
Semasa studinya di Slovenia, Bara seringkali berinteraksi dan bekerja sama dengan orang-orang Eropa Utara, Eropa Timur, dan Eropa Selatan. Hal inilah yang membantunya terbiasa dengan lingkungan kerja yang multikultural.
Perjalanan untuk bisa menggapai mimpi tersebut tidak akan mudah tetapi bukan berarti itu tidak mungkin terjadi.
Percayalah pada kemampuanmu. Ketika kamu bisa melalui perjalanan sulit itu, pasti ujung dari perjalanan tersebut akan berakhir indah.
Untuk info lengkap mengenai kuliah di Slovenia, klik di sini.